PROPOSAL
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGN DENGAN PENCEGAHAN
INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH PERAWAT DI RUANG
RAWAT INAP BEDAH DI
RUMAH SAKIT
IBU DAN ANAK BANDA
ACEH
TAHUN 2011
Proposal ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Aceh
OLEH
DEDI DORES
NPM : 0707110875
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH ACEH
BANDA ACEH
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Saat
ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia
cukup tinggi. Mengingat kasus nosokomial infeksi menunjukkan angka yang cukup
tinggi. Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya
kualitas mutu pelayanan kesehatan. Infeksi nosokomial dapat terjadi mengingat
rumah sakit merupakan “gudang” mikroba pathogen menular yang bersumber terutama
dari penderita penyakit menular. Di sisi lain, petugas kesehatan dapat pula
sebagai sumber, disamping keluarga pasien yang lalu lalang, peralatan medis,
dan lingkungan rumah sakit itu sendiri (Darmadi, 2008).
Menurut
Soeroso (2000), penderita infeksi nosokomial sebesar 9% dengan variasi antara
3%-20% dari penderita rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Di negara
berkembang termasuk Indonesia, rata-rata prevalensi infeksi nosokomial adalah
sekitar 9,1 % dengan variasi 6,1%-16,0%.
Di
Indonesia kejadian infeksi nosokomial pada jenis / tipe rumah sakit sangat
beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2004 diperoleh
data proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan
jumlah pasien 1.527 orang dari jumlah pasien beresiko 160.417 (55,1%),
sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah
pasien beresiko 130.047 (35,7%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien
254 pasien dari jumlah pasien beresiko 1.672 (9,1%). (Depkes RI 2004).
Kejadian
infeksi nosokomial belum diimbangi dengan pemahaman tentang bagaimana mencegah
infeksi nosokomial dan implementasi secara baik. Kondisi ini memungkinkan angka
nosokomial di rumah sakit cenderung meningkat. Karena itu perlu pemahaman yang
baik tentang cara-cara penyebaran infeksi yang mungkin terjadi di rumah sakit.
Penyebaran infeksi nosokomial di rumah sakit umumnya terjadi melalui tiga cara
yaitu melalui udara, percikan dan kontak langsung dengan pasien (Schaffer,
Garzon, Heroux, & Korniewicz, 2000).
Berdasarkan
survai yang dilakukan oleh Rahmah Surkesti pada tahun 1989 yaitu survai
prevalensi infeksi nosokomial di 6 (enam) rumah sakit umum pemerintah kelas B
yang meliputi RSU Mataram, RSU Palembang, RSU Jambi, RSU Ulin, RSU dr. Sarjito
dan RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Dari hasil tersebut di peroleh data
tentang prevelensi rate infeksi nosokomisl di 6 RSU tersebut adalah 6,1% (range
3,6%-11,1%) kemudian berdasarkan jenis pelayanan prevelensi infeksi nosokomial
untuk RSUdZA Banda Aceh diawali dengan pelayanan neurologi (25,0%), pelayanan
bedah (17,1%), pelayanan pediatrik (14.2%), marternitas (5,6%), dan pelayanan
internal (5,1%), sedangkan prevelensi infeksi nosokomial berdasarkan lokasi
anatomi spesifik di RSUDZA Banda Aceh adalah infeksi saluran kemih (33,3%),
infeksi luka opersi (2,5%) dan lain-lain (41,7%) (Elvin, 2005).
Ada
dua faktor pendukung terjadinya infeksi nosokomial yaitu faktor endogen
termasuk umur jenis kelamin, dan penyakit penyerta. Sedangkan eksogen termasuk
lama penderita dirawat dirumah sakit, kelompok yang merawat penderita,
peralatan dan teknis medis yang dilakukan (Hasbullah. 1993)
Upaya
pencegahan infeksi di rumah sakit melibatkan berbagai unsur, mulai dari peran
pemimpin sampai petugas kesehatn sendiri. Peran pemimpin adalah penyediaan
sitem, sarana dan pendukung lainnya. Peran petugas adalah sebagai pelaksana
langsung dan upaya pencegahan infeksi, agar upaya pencegahan ini dapat
dilaksanakan dengan infeksi. Maka dibutuhkan motivasi (dorongan) kerja petugas
yang baik. Menurut (M. Mahdinur 1991) dalam (Anwar, 2005) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tenaga kerja seseorang, yaitu faktor internal termasuk umur,
pendidikan, setatus perkawinan dan jenis kelamin. Sedangkan yang termasuk
paktor eksternal gaji, beban kerja, penghargaan, hubungan kerja dan pekerjaan
itu sendiri.
Wirjoadmodjo
dan Wahyono (1991) menyampaikan bahwa ada tiga hal mendasar yang harus
diperhatikan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial yaitu pengetahuan,
perubahan sikap dan cara kerja petugas di lingkungan rumah sakit.
Melihat
gambaran tentang infeksi nosokomial di atas maka penulis merasa tertarik untuk
mengetahui FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH PERAWAT KHUSUSNYA PADA
PASIEN YANG DIRAWAT DIRUANG BEDAH PADA RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK (RSIA) BANDA
ACEH.
1.2 Rumusan
Masalah
Ada
tidaknya angka infeksi nosokomial di rumah sakit mencerminkan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit tersebut. Sebab angka infeksi nosokomial merupakan
salah satu indikator kualitas pelayanan rumah sakit. Permasalahan utama yang
ingin diteliti dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang behubungan dengan
pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat diruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Ibu Dan Anak Banda Aceh.
1.3 Ruang
Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup penelitian ini hanya terbatas pada perawat yang bertugas pada ruang
rawat inap bedah rumah sakit ibu dan anak banda aceh tahun 2012, berjumlah 30
orang. Faktor-faktor yang di teliti adalah pengetahuan, sikap, pendidikan dan
masa kerja perawat berkaitan dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial di Rumah
Sakit Ibu Dan Anak Banda aceh tahun 2012.
1.4 Tujuan
Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui gambaran infeksi nosokomial serta faktor-faktor yang berhubungan
dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat di ruang rawat inap bedah di Rumah
Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh tahun 2012.
1.4.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui
kecendrungan hubungan perawat dengan dengan pencegahan infeksi nosokomial.
2.
Untuk mengetahui
kecendrungan hubungan sikap perawat pencegahan infeksi nosokomial.
3.
Untuk mengetahui
kecendrungan hubungan pendidikan perawat dengan pencegahan infeksi nosokomial.
4.
Untuk mengetahui
kecendrungan hubungan masa kerja perawat di ruang inap bedah Rumah Sakit Ibu
Dan Anak Banda Aceh dengan pencegahan infeksi nosokomial.
1.5 Manfaat
Penelitian
1.
Sebagai bahan
masukan bagi rumah sakit ibu dan anak terhadap kinerja dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan khususnya dibidang ruang rawat inap bedah.
2.
Sebagai bahan
bacaan pustaka khususnya jurusan kesehatan lingkungan.
3.
Sebagai penambah
dan pengembangan wawasan pengetahuan bagi penulis yang telah didapat selama
bangku kuliah.
1.6 Sistematika Penulisan
Judul penulisan
ini adalah, Faktor-Faktor Yang Berhubungn Dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Bedah Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh
Tahun 2011, yang terdiri dari VII Bab
dengan sistematika penulisannya sebagai berikut:
1.6.1 Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini menguraikan latar belakang,
rumusan masalah,ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
1.6.2 Bab II : Tinjauan Kepustakaan
Pada bab ini
penulis menguraikan tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial, pengetahuan, sikap,
pendidikan dan masa kerja perawat.
1.6.3 Bab III : Kerangka Konsepsional
Pada bab ini penulis menguraikan kerangka
konsep dan definisi operasional.
1.6.4 Bab IV : Metodelogi Penelitian
Pada bab ini penulis menguraikan jenis
penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel serta cara pengumpulan data.
1.6.5 Bab V : Gambaran Umum
Pada bab ini penulis menguraikan tentang
gambaran umum yang ada di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2011.
1.6.6 Bab VI : Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini penulis
menguraikan hasil penelitian dan pembahasan.
1.6.7 Bab VII : Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini penulis
menguraikan kesimpulan dan saran.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Infeksi
Infeksi adalah
masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan penyakit (Myrnawati, 2000).
Infeksi dapat tetap terlokalisasi
dan bersifat sementara jika mekanisme pertahan tubuh efektif. Infeksi lokal
dapat menetap dan dapat menyebar menjadi infeksi klinis atau kondisi penyakit
bersipat akut, sob akut atau kronis. Infeksi lokal yang dapat menjadi
sistematik bila mikroorganisme mencapai sistem limfatik atau faskuler (Anwar,
2005).
Menurut Elizabeth (1997)
menyatakan bahwa ciri-ciri lokal peradangan adalah sebagai berikut:
1.
Rubor, yaitu terjadinya kemerahan akibat
pengangkutan aliran darah ke daerah peradang.
2.
Color, yaitu timbulnya panas pada daerah
peradangan yang juga akibat peningkatan aliran darah.
3.
Tumor, yaitu pembengkakan pada lokasi
peradangan yaitu terjadi akibat peningkatan perniabilitas kapiler sehingga
protein-protein plasma dan eksudat masuk ke ruang intersisum.
4.
Donor, yaitu terjadinya nyeri akibat
peradangan syaraf karena pembengkakan dan rangsangan ujung-ujung syaraf oleh
mediator-mediator peradangan.
2.2 Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial merupakan
masalah yang besar di setiap rumah sakit apalagi dirumah sakit yang jumlah penderita
yang dirawatnya banyak dengan jumlah perawatannya yang masih terbatas. Keadaan
seperti ini akan mengakibatkan prinsif-prinsif hygiene kurang mendapatkan
perhatian. (Utji, 1993).
Infeksi nosokomial merupakan
fokus penting pencegahan infeksi disemua negara. Namun dinegara berkembang
infeksi ini adalah penyebab utama penyakit dan kematian yang dapat dicegah yang
paling penting adalah:
1.
Infeksi saluran kencing, pneumona dan diare.
2.
Infeksi sesudah pembedahan atau prosedur medis
infasif. Dan
3.
Infeksi maternal dan neonatal (Tietjen, 2004).
Infeksi nosokomial adalah infeksi
yang didapat penderita selama/oleh karena dia dirawat dirumah sakit. Menurut
Hasbullah (1993). Menyatakan bahwa infeksi pada penderita baru bisa dinyatakan
infeksi nosokomial bila memenuhi beberapa keriteria/batasan tertentu:
1.
Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah
sakit tidak terdapat tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.
2.
Pada waktu penderita mulai dirawat dirumah
sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3.
Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru
timbul sekurang-kurangnya 3X24 jam sejak mulai perawatan.
4.
Infeksi tersebut bukan merupakan infeksi
sebelumnya.
5.
Bila saat mulai dirawat dirumah sakit sudah
ada tanda-tanda infeksi dan infeksi didapat penderita ketika dirawat dirumah
sakit untuk sama pada waktu lalu, serta belum dilaporkan sebagai infeksi
nosokomial.
Manusia merupakan sumber infeksi
dirumah sakit seperti pasien, petugas, pengunjung dan mereka adalah dalam akut
infeksi, dalam keadaan masa inkubasi, dalam keadaan kolonisasi dan dalam
keadaan kronik karier. Sumber lain mikroorganisme adalah dari Flora andogenous pasien itu senditri
dimana hal ini sangat sulit dikontrol dan lingkungan yang tidak sehat,
peralatan yang telah terkontaminasi, alat-alat kesehatan obat-obatan.
(Pandjaitan, 2006).
Mikroorganisme yang paling sering
menyebabkan infeksi nosokomial adalah salmonella,
clostridium tetani, streptococcus, E.koli, pseudomonas sp dan aspergillus sp (Elvin, 2002). Infeksi
nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain: lama hari perawatan
makin panjang, penderitaan bertambah, biaya meningkat (Suarni,1999).
Menurut Hasbullah (1993) ada dua
faktor pendukung yang berhubungan dengan infeksi nosokomial antara lain faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor indogen meliputi
umur, jenis kelamin dan penyakit penyerta. Faktor eksogen meliputi lama penderita dirawat dirumah sakit, kelompok
yang merawat penderita, lingkungan, peralatan dan teknik medis yang dilakukan.
2.3 Pencegahan infeksi nosokomial
Usaha pencegahan selalu lebih
baik dari pada pengobatan infeksi yang terjadi. (Ramli, 1993). Pencegahan
infeksi nosokomial merupakan suatu upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
kepada masyarakat yang dimaksud untuk menghindari terjadinya infeksi selama pasien
di rumah sakit (Anwar, 2005). Tietjen (2004) menyatakan bahwa sebagian besar
infeksi ini dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia, secara relatif
murah yaitu:
1.
Mentaati peraktek pencegahan infeksi yang
dianjurkan, terutama kesehatan dan kebersihan tangan serta pemakaian sarung
tangan.
2.
Memperhatikan dengan seksama peroses yang
telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda
lain yang kotor, diikuti dengan sterilisasi atau desinfeksi tngkat tinggi dan
3.
Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan
area beresiko tinggi lainnya dimana kecelakaan diperlukan yang sangat serius
dan paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi.
Pencegahan standar merupakan
suatu bentuk tindakan pencegahan terhadap infeksi yang umum dilakukan oleh
perawat dalam setiap melakukan tindakan keperawatan kepada pasien. Pencegahan
ini merupakan teknik mencuci tangan, menggunakan masker, sarung tangan (hansdscun), pakaian khusus dan
penggunaan benda tajam sekali pakai (disposable)
(Elvin, 2002).
Selain itu infeksi nosokomial
dapat dicegah dengan memutuskan mata rantai terjadinya infeksi nosokomial,
yaitu dengan cara:
a.
Meningkatkan pengetahuan personil rumah sakit
tentang infeksi nosokomial.
b.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang
resiko infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawatnya.
c.
Melakukan semua setandar prosedur kerja dengan
benar dan sempurna.
d.
Identifikasi penyebab infeksi nosokomial.
e.
Pemberian pengobatan yang tepat dan rasional.
f.
Mengikut serta penderita dan keluarga dengan
memberikan pengetahuan praktis tentang infeksi nosokomial serta penyakit yang
diderita oleh penderita.
g.
Memberikan petunjuk praktis pada pengunjung
tentang hal-hal yang perlu dijaga/dilakukan/dihindarkan pada waktu pengunjungan
melalui papan pengumuman, kertas petunjuk dipintu dan petugas informasi
diruangan (Hasbullah, 1993).
Panjaitan (2006) dalam isolation precaution menulis tentang
standar precaution yang harus
dilaksanakan untuk semua pasien yang masuk kerumah sakit yaitu:
2.3.1
Cuci Tangan
1.
Melakukan cuci tangan dengan menggunakan
antiseptic pada cuci tangan procedural. Melakukan cuci tangan dengan
menggunakan sabun biasa pada cuci tangan rutin / sosial. Pada kondisi tertentu
cuci tangan dapat dilakukan dengan menggunakan “handrubs” (menggosok tangan).
2.
Cucitangan dilakukan setelah menyentuh darah,
cairan tubuh, sekresi, ekresi dan
peralatan yang terkontaminasi, walaupun menggunakan sarung tangan. Segera
setelang melepas srung tangan. Jika kontak diantara satu pasien dengan pasien
lainnya. Diantara prosedur berbeda pada pasien yang sama. Sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Setelah tiba
dirumah sakit dan sebelum meninggalkan rumah sakit.
2.3.2
Sarung Tangan
1.
Memakai sarung tangn bersih pada saat
menyentuh darah, cairan tubuh dan peralatan yang terkontaminasi dan saat
menangani peralatan yang habis dipakai.
2.
Ganti sarung tangan diantara prosedur pada
pasien yang sama.
3.
Melepaskan sarung tangan segera setelah
dipakai, sebelum menyentuh peralatan atau permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi
dan sebelum kepasien berikutnya.
2.3.3
Masker, Pelindung Mata dan Wajah
1.
Memakai masker selama melakukan tindakan atau
perawatan pasien yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh
pasien.
2.
Melepaskan masker setelah dipakai dan segera
mencuci tangan.
2.3.4
Gaun/ Apron
1.
Memakai gaun selama melakukan tindakan atau
perawatan pasien yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh
pasien.
2.
Segera melepaskan gaun dan mencuci tangan
untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien dan lingkungan.
2.3.5
Peralatan
Perawatan Pasien
1.
Segera melakukan dekontaminasi peralatan yang
dipakai setelah dibersihkan dahulu dari noda darah atau cairan tubuh pasien.
2.
Membersihkan dan memperoses kembali peralatan
yang dipakai ulang sesuai prosedur pembuangan limbah.
2.3.6
Pengendalian
Lingkunagn
1.
Tidak melakukan “pogging” untuk tujuan
menurunkan rate infeksi nosokomial pengendalian lingkungan.
2.
Melakukan pembersihan dengan cairan
desinfektan setiap hari atau bila perlu pada semua permukaan lingkungan seperti
meja pasien, meja petugas, tempat tidur, tempat tidur pasien, standar infus,
pegangan pintu.
3.
Membersihkan dan mengepel dengan cairan
desinfektan dua kali sehari bila perlu.
4.
Membatasi jumlah pengunjung pada waktu
bersamaan.
5.
Membatasi jumlah peronil pada waktu yang sama
di rung perawatan.
2.3.7
Linen
1.
Memisahkan linen ternoda darah atau cairan
tubuh dengan linen kotoran tanpa noda.
2.
Memisahkan linen kotoran pasien terinfeksi
dengan pasien non infeksi.
3.
Tidak meletakkan linen dilantai dengan
mengibas-ngibaskan linen.
2.3.8
Pengamanan Limbah
Pemisahan limbah sesuai jenisnya
diawali sejak limbah tersebut dihasilkan.
1.
Limbah padat terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh dibuang ketempat sampah kantong plastik kuning.
2.
Limbah padat tidak terkontaminasi dengan
darah, cairan tubuh dibuang ketempat sampah kantong plastik hitam.
3.
Limbah benda tajam atau jarum dibuang ke
kontainer yang berwarna kuning tahan tusuk dan tahan air (save cup).
2.3.9
Kesehatan
Karyawan dan Darah Yang Terinfeksi Pathogen
Untuk mencegah luka tusuk benda
tajam:
1.
Berhati-hati saat menangani jarum, scapel,
instrument yang tajam atau alat kesehatan lainnya dengan permukaan tajam.
2.
Jangan pernah menutup kembali jarum bekas
pakai atau memanipulasikannya dengan dua tangan.
3.
Jangan pernah membengkokkan atau mematahkan jarum.
4. Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakei
kedalam wadah yang tahan tusuk dan air, dan tempatkan pada area yang mudah
dijangkau dari area tindakan.
5.
Gunakan mouthpleces,
resussitasi bags atau peralatan ventilasi lain sebagai alternatif mulut ke
mulut.
2.3.10
Penetapan Pasien
1.
Tempatkan pasien yang dapat menkontaminasi
lingkungan atau yang tidak dapat memelihara kebersihan lingkungan diruang
tersendiri, jika ruang sendiri tidak ada konsultasi dengan petugas pengendalian
infeksi mengenai penempatan pasien tersebut untuk mencari alternatif.
Menurut Wirdjoatmodjo (1991), ada
tiga hal yang harus diperhatikan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial
yaitu pengetahuan yang luas, perubahan sikap dan cara kerja petugas di
lingkungan rumah sakit. Sementara M. Manulang mennyimpulan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi dorongan kerja seseorang, yaitu faktor internal
termasuk umur, pendidikan, setatus perkawinan, lama kerja, setatus kepegawaian
dan jenis kelamin. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah gaji,
kondisi kerja, penghargaan, hubungan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Dalam
penelitian ini, penulis hanya hanya meneliti empat hal yang berhubungan dengan
infeksi nosokomial yaitu: pengetahuan, sikap, pendidikan dan masa kerja.
2.4
Pengetahuan
Infeksi merupakan
interaksi antara mikroorganisme dengan pernjamu rentan yang terjadi melaluai
kode tranmisi kuman yang tertentu. Cara transmisi mikroorganisme dapat terjadi
melalui darah, udara baik droplet maupun
airbone, dan dengan kontak langsung.
Dirumah sakit dan sarana lainnya, infeksi dapat terjadi antara pasien, dari
pasien ke petugas, dari petugas ke petugas,dari petugas ke pasien dan antara
petugas. Dengan bebekal pengetahuan penjamu, serta cara tranmisi atau penularan
infeksi, dan dengan kemampuan memutuskan interaksi antar mikroorganisme dan
penjamu, maka segala infeksi dapat dicegah. (Suwarni, 2001).
Di rumah sakit juga banyak
dilakukan tindakan yang mengandung resiko terjadinya infeksi nosokomial,
seperti : operasi, tindakan invasik, katerisasi IV, katerisasi saluran kemih,
atau endoskopi: dan pemeriksaan
bahan-bahan infeksius tanpa adanya pengetahuan yang memadai, maka infeksi
nosokomial sangat rentan terjadi, ditambah lagi dengan kondisi pasien dengan
daya tahan tubuh rendah (Sitorus,2006).
Dokter dan personil paramedis
terutama perawat merupakan sumber infeksi yang pentinng dalam terjadinya
infeksi nosokomial. Perlu di perhatikan kesehatan dan kebersihannya.
Pengetahuan tentang septik dan aseptik, dan keterampilan dalam menerapkan
teknik perawat (Hasbullah 1993).
Seseorang peneliti profesional
yang telah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan klinis yang memadai
akan mampu mengorganisasi dan menyesuaikan antara pekerjaan yang akan
dilaksnakan, sarana yang tersedia dan kemampuan tenaga paramedisnya. Pasien
mengharapkan paramedis mempunyai pengetahuan yang memadai tentang kondisi
penyakitnya. Sehingga paramedis mampu mengatasi setiap keluhan yang dialami
individual pasien (Nurrachmah, 2001). Notoadmodjo (2003), juga mengemukakan
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003).
2.5
Sikap
Semua petugas
kesehatan, baik dilihat dari jenis maupun tingkatnya, pada dasarnya adalah
pendidikan kesehatan (health education).
Ditengah-tengah masyarakat petugas kesehatan menjadi tokoh panutan dibidang
kesehatan. Untuk itu petugas kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai kesehatan, yaitu sikap dan perilaku yang positif yang
merupakan pendorong atau penguat perilaku sehat (Notoadmodjo, 2003).
Roeshadi (1993), menyatakan bahwa
keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ketentuan oleh canggihnya
peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan sikap dan perilaku
petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (The proper nursing care).
Menurut Kamal
(2001), sikap dibedakan atas:
1.
Sikap positif : sikap yang menunjukkan atau
yang memperlihatkan menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan
norma-norma yang berlaku dimana indipidu itu berbeda.
2.
Sikap negatif : sikap yang menunjukkan atau
memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang
berlaku dimana individu berbeda.
Seseorang mempunyai sikap aktif
selalu berusaha untuk hidup dengan lebih baik, akan tetapi seseorang yang
sifatnya apatis akan menerima apa adanya dan tidak mempunyai pilihan dan
pertimbangan, sikaf seperti itu sangat rendah motifasinya untuk berkembang dan
ingin maju (Sitorus,2006).
Asuhan keperawatan yang bermutu
seyogya diberikan oleh paramedis yang
mempunyai kemampuan serta memperlihatkan sikap “caring” dan keperian yang sesuai dengan tuntunan profesi
keperawatan. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik.
Perilaku caring menolong meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis
spiritual dan sosial (Sitorus,2006).
Caring
di defenisikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk memberikan asuhan fisik
dan perhatian emosional sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan pasien.
Mereka menghargai paramedis sebagai seseorang yang mempunyai kualitas diri,
sikap, cara dan kepribadian yang sepesifik serta selalu berada dengan pasien
dan bersedia setiap saat menolong mereka (Nurrachmah, 2001)
2.6 Tindakan
Tindakan pencegahan infeksi
nosokomial terutama dilakukan di rumah sakit, hal ini dilakukan karena bakteri
nosokomial paling banyak berasal dari rumah sakit. Beberapa prosedur pencegahan
infeksi nosokomial di rumah sakit adalah
2.6.1
Mencuci tangan
Mencuci
tangan
ini adalah pencegahan utama terjadinya infeksi nosokomial. Dengan mencuci
tangan diharapkan virus dan bakteri dapat dimatikan yang ada ditangan dapat
dimatikan, sebab kontak tangan merupakan metode penyebaran virus paling umum.
Tangan juga merupakan anggota badan perawat atau dokter yang paling sering
bersentuhan dengan pasien.
2.6.2
Sarung Tangan
Sarung
Tangan pada
kasus tertentu penggunaan sarung tangan merupakan standar wajib untuk beberapa
tindakan medis. Penggunaan sarung tangan tidak berarti menggantikan cuci tangan
karena sarung tangan mungkin saja memiliki pori-pori kecil yang memungkinkan
bakteri masuk ke tangan sehingga cuci tangan tetap harus dilakukan setelah
tindakan.
2.6.3
Clemek atau seragam
Clemek atau
seragam penggunaan
clemek atau seragam dimaksudkan untuk meminimalisasi kemungkinan bersentuhan
dengan pasien.
2.6.4
Sanitasi
Sanitasi pengelolaan lingkungan
dan tata letak rumah sakit yang baik juga merupakan upaya pencegahan penyebaran
infeksi nosokomial. Beberapa bakteri penyebab penyakit memang dapat bertahan di
alam bebas dalam jangka waktu yang lama, bahkan beberapa bakteri mampu
“hibernasi” hingga puluhan tahun. Bakteri seperti ini mungkin saja menempel di
lantai rumah sakit, gagang pintu atau ranjang pasien, oleh karena itu
diperlukan prosedur sanitasi yang baik untuk meminimalisasi kemungkinan ini.
2.6.5
Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan untuk
mencegah bakteri, jamur atau virus menyebar melalui alat.
2.6.6
Penggunaan alat yang
tepat
Penggunaan
alat yang tepat beberapa bahan dikenal mampu membunuh bakteri,
oleh karena itu untuk alat-alat tertentu sebaiknya digunakan alat dari bahan
yang tepat. Salah satu bahan yang dikenal dapat membunuh bakteri adalah tembaga
yang dikenal dapat membunuh bakteri E. Coli.
2.6.7
Penetapan SOP
Penetapan
SOP di
rumah sakit untuk mengurangi kelalaian petugas medis (Polobye, 2011)
2.7 Masa Kerja
Masa kerja adalah semua
perhitungan jumlah tahun lama kerja yang dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman agar lebih terampil dalam berkerja. Semakin lama seseorang bekerja
disuatu tempat, maka semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang dia dapat
dibagian tempat ia bekerja tersebut. Pengetahuan ini akan semakin bertambah dan
terasa bila seseorang bekerja dibagian yang sesuai dengan latar belakang
pendidikan nya. Begitu juga bila seseorang perawat sudah terbiasa bekerja
diruang bedah, seiring berjalannya waktu maka kemampuan profesionalnya dalam
merawat pasien juga bertambah sehingga berbagai infeksi terutama infeksi
nosokomial akan dapat dihindari atau diminimkan (Wirjoatmodjo, 1991).
2.8 konsep pemikiran
Berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh M. Manullang (1991) tentang faktor-faktor internal dan
faktor-faktor eksternal dan menurut Thamrin Hasbullah (1993) tentang
faktor-faktor endogen dan eksogen dan menurut Wirjoatmodjo dan
Wahjono (1991) tentang pengetahuan, sikap dan tindakan maka konsep pemikiraan
dapat digambarkan sebagai berikut:
BAB III
KERANGKA KONSEPSIONSL
3.1
Konsep Pemikiran
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh
Wirjoadmodjo dan Wahyono (1991) Thamrin Hasbullah (1993) dan Sitorus (2006),
maka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
|
Variabel
Devenden
|
1.
Variabel Independen
Yang
termasuk variabel indevendent (variabel bebas) adalah pengetahuan, sikap,
tindakan dan masa kerja.
2.
Variabel Dependen
Yang
termasuk Variabel Dependen (variabel terikat) adalah pencegahan infeksi
nosokomial.
3.2
Definisi Oprasional
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
DEPENDEN
|
||||||
1
|
Pencegahan Infeksi Nosokomial
|
Perbuatan yang
dilakukan oleh respondent dalam pencegahan infeksi nosokomial diruang bedah
yang meliputi, mencuci tangan memakai hanscun, menggunakan alat yang steril,
menutup luka dan membatasi pengunjung dalam ruangan
|
Wawancara
|
Kuesoner
|
- Baik
- Sedang
- Kurang
|
Ordinal
|
INDEPENDEN
|
||||||
2
|
Pengetahuan
|
Pemahaman
responden tentang infeksi nosokomial yang meliputi definisi, penyebab,
tanda-tanda, dampak, sumber dan pencegahannya
|
Wawancara
|
Kuesoner
|
- Baik
- Sedang
- Kurang
|
Ordinal
|
3
|
Sikap
|
Kecendrungan
memberi pendapat atau tanggapan oleh responden terhadap infeksi nosokomial
|
Wawancara
|
Kuesoner
|
- Positife
- Negatif
|
Ordinal
|
4
|
Tindakan
|
Tindakan
pencegahan infeksi nosokomial terutama dilakukan di rumah sakit, hal ini
dilakukan karena bakteri nosokomial paling banyak berasal dari rumah sakit.
|
Wawancara
|
Kuesoner
|
- Ya
- Tidak
|
Ordinal
|
5
|
Masa Kerja
|
Lamanya
responden bekerja diruangan bedah RSIA Banda Aceh
|
Wawancara
|
Kuesoner
|
- Lama
- Baru
|
Ordinal
|
3.3
Cara Pengukuran Variable
1. Pengetahuan
Baik : Apabila diperoleh skor
> 75% dari total skor
Sedang : Apabila diperoleh skor 51% -
75% dari total skor
Kurang : Apabila diperoleh skor ≤ 50%
dari total skor
2. Sikap
Positif : Jika responden menjawab
seluruh pertanyaan dengan benar > 50%
Naegatif
: Jika responden menjawab
seluruh pertanyaan dengan benar ≤ 50%
3. Tindakan
Ya :
Jika responden menjawab seluruh pertanyaan dengan benar > 50%
Tidak :
Jika responden menjawab seluruh pertanyaan dengan benar ≤ 50%
4. Masa Kerja
Lama : Jika masa kerja responden
di ruang bedah ≥ 2 tahun
Baru : Jika masa kerja responden
di ruang bedah < 2 tahun
5. Pencegahan Infeksi Nosokomial
Baik
: Jika responden
menjawab seluruh pertanyaan dengan benar > 50%
Kurang Baik : Jika responden menjawab pertanyaan
responden dengan benar ≤ 50%.
BABIV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional dimana penulis ingin mengetahui faktor-faktoar yang
berhubungan dengan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat di ruang rawat
inap bedah Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh Tahun 2012.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian
ini akan dilakukan diruang rawat inap Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh Tahun
2012.
4.3 Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan
pada bulan januari 2012
4.4 Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perawat diruang rawat inap bedah Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh
dengan jumlah 30
2. Sampel
Sampel adalah total populasi yaitu
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian sebanyak 30 responden.
4.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data
dilakukan dengan data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data
yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan instrument dalam bentuk
kuesioner.
2. Data Sekunder
Data
yang diperoleh dari catatan Rumah Sakit dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.6 Pengelolaan Data
Pengelolaan data
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Editing
Yaitu mengkoreksi kembali kesalahan-kesalahan
dalam pengisian atau pengambilan data.
2.
Coding
Yaitu memberikan tanda atas hasil penelitian
yang dikumpulkan dan diberi kode untuk memudahkan dalam mengelompokkan data.
3.
Tabulating
Yaitu
penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
4.7 Analisa Data
Dalam menganalisa data pada penelitian ini
digunakan analisa univariat sesuai dengan penelitian yang bersifat deskriptif,
yaitu hasil pengolahan data dibuat dalam bentuk distribusi frekuensi
menggunakan rumus persentasi mean, median dan modus.
4.8 Penyajian Data
Dalam penelitian ini data yang disajikan
adalah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang yang
meliputi jumlah dan persentase dari hasil pengolahan data.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Sufyan Faktor-Faktor Yang Mempangaruhi
Infeksi Nosokomial Luka Operasi Oleh Para Medis Di UPF Redah RSUD Cut Nyak Dien
Meulaboh, Skripsi FKM Unmuha Banda Aceh, (2005).
Depkes
RI, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju
Indonesia Sehat 2010, jakata; (2004).
Elvin
s.d, Kemampuan Perawat Terhadap
Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Pasien Dengan Perawat Luka Post Operasi Di
Ruang Rawat Inap Bedah BPK RSU Dr. Zainoel Abidin. Skripsi. PSIK FK Unsyiah
Banda Aceh; (2002).
Hasbullah,
Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rumah
Sakit Persahabatan, Jakarta; (1993).
Kamal,
Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Para Medis
Di Ruang SMF Bedah RSU Zainoel Abidin Banda Aceh Terhadap Infeksi Nosokomial
Pada Pasien Post Operasi. Skripsi FKM Unmuha Banda Aceh; (2001).
Myrnawati,
Epidemiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi, Jakarta; (2000).
Noor,
NN, Pengantar Epidemiologi Penyakit
Menular, Jakarta; Rineke Cipta; (2000).
Notoadmojo,
Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Jakarta;
Rineke Cipta; (2003).
_________ , Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Jakarta; Rineke Cipta; (2003).
Nurraehmah,
Asuhan Keperawatan Bermutu Di Rumah Sakit, Jakarta;
PDPERSI; (2001).
Panjaitan,
Isolation Precaution, jakarta;
(2006).
Ramli,
Jenis Infeksi Nosokomial Pada Pasien
Kangker, Bagian Ilmu Bedah FKU, RSCM, Vo 183 : 13-17. (1993).
Roeshadi,
Peran Perawat Dalam Pengendalian Infeksi
Nosokomial, Bandung; Cermin Dunia Kedokteran Etc; (2006).
Repoblika,
Infeksi Nosokomial Dan Staphilococcus
Epidermis, Http//Www.Repoblika.Co.Id (13 Juli 2004)
Satorus,
Model Praktek Keperawatan Profesional Di
Rumah Sakit, Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran Etc; (2006).
Suarni,
Infeksi Nosokomial, jakarta; (2001).
Polobye, Pencegahan
Infeksi Nosokomial. Html http://polobye.blogspot.com/2011/ 09/
Diaksespda tanggal, 30 November 2011 01:31
KUESIONER
PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMAIAL OLEH PERAWAT DI RUMAH
SAKIT IBU DAN ANAK (RSIA) BANDA ACEH TAHUN 2012
1.
DATA UMUM
A.
Nama Responden :
B.
Umur :
C.
Jenis Kelamin :
D.
Masa Kerja di
Ruang Bedah :
2.
DATA KHUSUS
A.
Pengetahuan Tentang Pencegahan Infeksi
Nosokomial
1.
Apakah infeksi
nosokomial itu?
a. Infeksi yang terjadi setelah 71 jam dirawat
dirumah sakit
b. Infeksi didapat selama di rumah sakit
c. Infeksi terjadi setelah 24 jam di rawat di
rumah sakit
2.
Menurut anda apa
penyebab infeksi nosokomial?
a. Kuman / Mikroorganisme
b. Tidak memperhatikan tehnik aseptik dan anti
septik
c. Hygiene dan lingkungan yang baik
3.
Apakah
tanda-tanda infeksi nosokomial?
a. Merah, bengkak, panas dan nyeri
b. Nyeri dan bengkak
c. Pendarahan
4.
Apakah akibat terjadinya
infeksi nosokomial pada pasien?
a. Peningkatan angka kesakitan, biaya perawatan
dan penambahan hari perawatan
b. Kekurang puasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan
c. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
5.
Dari mana sumber
terjadinya infeksi nosokomial?
a. Lingkungan tidak baik, alat-alat instrumen
yang tidak steril, banyaknya tamu dan perilaku petugas
b. Tidak memakai antibiotik
c. Dengan menggunakan tehnik aseptik dan
antiseftik
B.
Sikap Terhadap Pencegahan Nosokomial
Keterangan :
S : Setuju TS : Tidak Setuju
|
|||
No
|
Pertanyaan
|
S
|
TS
|
1
|
Rumah
sakit merupakan tempat dimana penularan penyakit bisa terjadi bagi
orang-orang yang berada di lingkungannya
|
|
|
2
|
Keluarga
pasien bukan merupakan salah satu pihak yang beresiko terhadap infeksi di
rumah sakit dan menjadi penyebab terjadinya infeksi di rumah sakit
|
|
|
3
|
Berlama-lama
ketika berkunjung di rumah sakit merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya infeksi di rumah sakit
|
|
|
4
|
Pengunjung
atau penunggu pasien seharusnya bekerjasama dengan pihak rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit
|
|
|
5
|
Mengunjungi
dan menunggu pasien lebih dari dua orang tidak beresiko menyebabkan infeksi
di rumah sakit
|
|
|
6
|
Anak-anak
di bawah usia 12 tahun boleh berkunjung ke rumah sakit dan tidak beresiko
terkena infeksi di rumah sakit
|
|
|
7
|
Ketika
kondisi tubuh sedang tidak sehat (batuk, flu, dll) keluarga pasien sebaiknya
tidak berkunjung maupun menunggu pasien di rumah sakit
|
|
|
8
|
Menggunakan
peralatan makan yang sama dengan pasien
|
|
|
9
|
Tidak
perlu mencuci tangan setelah kontak dengan pasien dan lingkungan rumah sakit
|
|
|
10
|
Tidak
tidur dan menginap dalam ruang perawatan pasien
|
|
|
C.
Tindakan
Terhadap Pencegahan Nosokomial
Keterangan :
Y : Ya T
: Tidak
|
|||
No
|
Pertanyaan dan Observasi
|
Y
|
T
|
1
|
Apakah Bapak/ Ibu mencuci tangan
sebelum kontak dengan pasien dan lingkungan rumah sakit?
|
|
|
2
|
Apakah Bapak/ Ibu mencuci tangan
setelah kontak dengan pasien dan lingkungan rumah sakit?
|
|
|
3
|
Apakah Bapak/ Ibu duduk atau
beristirahat di tempat tidur pasien?
|
|
|
4
|
Apakah Bapak/ Ibu menggunakan
peralatan makan dan yang sama dengan pasien?
|
|
|
5
|
Apakah Bapak/ Ibu menggunakan peralatan
mandi yang sama dengan pasien?
|
|
|
6
|
Apakah Bapak/ Ibu membuang
sampah pada tempat-tempat yang sudah disediakan?
|
|
|
7
|
Apakah Bapak/ Ibu tidur dan
menginap dalam ruang perawatan pasien?
|
|
|
8
|
Apakah Bapak/ Ibu membawa anak
di bawah usia 12 tahun ketika berkunjung ke rumah sakit?
|
|
|
9
|
Apakah Bapak/ Ibu menjenguk
pasien ketika kondisi tubuh sedang tidak sehat, misalnya ketika batuk, flu,
dll?
|
|
|
10
|
Apakah Bapak/ Ibu berlama-lama
ketika berkunjung ke rumah sakit?
|
|
|
D.
Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Ruang Bedah
1.
Apa yang saudara
lakukan sebelum merawat luka pasien?
a. Melakukan cuci tangan memakai Handscun
b. Mencuci tangan
c. Tdak memakai Handscun
2.
Apakah anda
selalau mencuci tangan atau memakai sarung tangan saat akan kontak dengan
pasien?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
3.
Alat bagaimana
yang biasa anda gunakan saat merawat luka?
a. Pinset yang steril
b. Pinset yang sudah di cuci dan dikeringkan
c. Pinset yang dipakai bergantian dengan pasien
yang lain
4.
Apakah yang anda
lakukan terhadap pinset yang sudah digunakan untuk membersihkan luka?
a. Mensterilkan dan meletakkan ditempat yang
steril
b. Mencuci dengan air yang mengalir dan
mengeringkannya
c. Membiarkan saja
5.
Apa yang anda
lakukan jika tangan anda terpecik darah atau cairan lain tubuh pasien?
a. Menutup dengan kasa betadin yang kering dan
steril
b. Menutup dengan kasa steril
c. Dibiarkan saja tanpa ditutup
TABEL SCOR
NO
|
VARIABEL
|
NO. URUT PERTANYAAN
|
JAWABAN/SCOR
|
RENTANG
|
||
a
|
b
|
c
|
||||
Variabel Dependen
|
||||||
1
|
Pencegahan Infeksi Nosokomial
|
1
|
3
|
2
|
1
|
(5-15)
-
Baik > 75% (12-15)
-
Sedang 51-75% (9-11)
-
Kurang < 50% (5-10)
|
2
|
3
|
2
|
1
|
|||
3
|
3
|
2
|
1
|
|||
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
5
|
3
|
2
|
1
|
|||
Variabel Independen
|
||||||
1
|
Pengetahuan
|
1
|
3
|
2
|
1
|
(5-15)
-
Baik > 75% (12-15)
-
Sedang 51-75% (9-11)
-
Kurang < 50% (5-10)
|
2
|
3
|
2
|
1
|
|||
3
|
3
|
2
|
1
|
|||
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
5
|
3
|
2
|
1
|
|||
2
|
Sikap
|
1
|
3
|
2
|
-
|
(10-30)
Median 20
-
Positif ≥ 20
-
Negatif < 20
|
2
|
3
|
2
|
-
|
|||
3
|
3
|
2
|
-
|
|||
4
|
3
|
2
|
-
|
|||
5
|
3
|
2
|
-
|
|||
6
|
3
|
2
|
-
|
|||
7
|
3
|
2
|
-
|
|||
8
|
3
|
2
|
-
|
|||
9
|
3
|
2
|
-
|
|||
10
|
3
|
2
|
-
|
|||
3
|
Tindakan
|
1
|
3
|
2
|
-
|
(10+30)
Median 20
-
Baik ≥ 20
-
Kurang Baik < 20
|
2
|
3
|
2
|
-
|
|||
2
|
3
|
2
|
-
|
|||
3
|
3
|
2
|
-
|
|||
4
|
3
|
2
|
-
|
|||
5
|
3
|
2
|
-
|
|||
6
|
3
|
2
|
-
|
|||
7
|
3
|
2
|
-
|
|||
8
|
3
|
2
|
-
|
|||
9
|
3
|
2
|
-
|
|||
10
|
3
|
2
|
-
|